
Aburizal Bakrie (helmy/dok)
Artikel Terkait:
13/08/2014Sikap Ical Soal Munas Golkar dan Pemerintahan Baru
Politikindonesia - Pasca Pillpres, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, adalah orang yang paling banyak mendapat serangan politik. Serangan itu berasal dari internal Golkar sendiri. Mulai dari tuntutan agar musyawarah nasional (Munas) Golkar dipercepat, tahun 2014, hingga kritik atas sikap Golkar yang ingin tetap berada di koalisi permanen Merah Putih.
Selama ini, politisi yang akrab disapa Ical lebih banyak diam. Sementara, sejumlah kader golkar kerap perang argumen di media.
Kepada pers, di Elit Club Epicentrum, Jakarta, Selasa (12/08), Ical menjawab langsung segala isu terkait partainya itu. Termasuk kabar pemecatan terhadap Wakil Ketua Umum Golkar, Agung Laksono, motor pendukung percepatan Munas Golkar.
Ical mengatakan, dirinya sudah bertemu dengan Agung yang menghendaki Munas Golkar digelar tahun 2014. “Tadi malam saya jelaskan ke Pak Agung dan beliau mengerti dan saya berikan waktu ke Pak Agung untuk memberikan penjelasan kepada pers bahwa dia mengerti apa yang saya maksud," ujar Ical.
Ical menyebut, 2 kali rapat pleno DPP Golkar telah menetapkan 2 keputusan. Pertama, Munas tetap diselenggarakan tahun 2015. Dan kedua, Golkar bergabung dengan koalisi permanen Merah Putih. “Karena itu keputusan organisasi bila keputusan sudah diambil, semua orang harus tunduk pada keputusan organisasi," ujar Ical.
Ical mengatakan, demokrasi dalam partai politik, artinya boleh berbeda pendapat andaikata suatu keputusan belum diambil organisasi. Begitu keputusan telah ditetapkan oleh organisasi maka tidak satupun anggota organisasi itu yang boleh mengatakan saya tidak setuju. “Kalau dia mengatakan saya tidak setuju tentu harus berada di luar dari organisasi itu. Itulah organisasi yang baik di manapun," ujar Ical.
Lantas apakah persoalan dengan Agung telah selesai? Ical menyerahkannya kepada Agung untuk menjelaskan. “Nanti dengar dari pak Agung. Jangan dengar dari saya. Pak Agung minta waktu saya persilakan.”
Ical menambahkan, proses yang dilakukan DPP terhadap 7 kader lainnya, sama dengan yang dilakukan terhadap Agung. “Keputusannya juga sama, tapi mereka nggak ketemu saya. Khusus dalam rapat itu memang saya ketemu Pak Agung," ujar Ical.
Ical membaca, desakan agar Munas digelar 2014 sebagai upaya untuk membawa Golkar masuk ke dalam koalisi Jokowi-JK. Desakan itu muncul karena ada sejumlah pihak yang ingin mendapatkan kursi di pemerintahan.
“Kan masalahnya begini, kenapa sih mereka mau 2014, oke kalau saya bilang oke 2014 tapi November, pasti nggak mau juga. Karena kepentingannya adalah, bisa menempatkan orang dalam pimpinan DPR dengan mengatasnamakan Golkar, bisa mengusulkan anggota kabinet atas nama Golkar," ujar Ical.
Ical menyebut, mereka yang menghendaki Munas tahun 2014 punya kepentingan tersebut. Sedangkan dirinya, lebih mengutamakan kepentingan partai.”Kalau kita bilang oke 2014, tapi 25 Oktober, pasti pada nggak mau.”
Ical mengingatkan agar para calon Ketua Umum yang bersaing merebut simpati pemilik suara, tidak mencari dukungan di luar parpol.
“Yang jelas keputusannya tertulis, ya saya jalankan, dan biar mereka bersaing, yakinkan pemilik suara di daerah. Jangan yang di luar apalagi dari partai lain. Masa dari partai lain dipakai untuk menggolkan di Golkar, tersinggung dong pemegang suara Golkar. Itu nasihat saya pada mereka," ujar dia.
Lebih jauh, Ical menyebut, ada 6 nama yang menyatakan siap maju sebagai Ketum Golkar. “Pak Hidayat, Pak Agung, Mahyuddin, Airlangga, Aziz Syamsuddin, kemarin Pak Priyo minta izin sama saya untuk mau jadi ketum," kata Ical.
Semua calon Ketum Golkar itu tak masalah Munas digelar tahun 2015. Hanya seorang, yakni Agung Laksono yang mempersoalkan. “Semua menyatakan 2015, kecuali Agung Laksono. Saya katakan silakan saja maju tapi 2015," ujar Ical.
Terkait sikap Golkar paspa penetapan Presiden terpilih, Ical menegaskan, akan tetap bersama koalisi permanen Merah Putih. “Kalau Jokowi-JK diputuskan menang, maka Golkar akan berada di luar pemerintahan.”
Ical mengatakan, koalisinya akan menjadi penyeimbang. Golkar akan mendukung pemerintahan jika kebijakannya sesuai dengan sikap partai beringin ini.
“Saya tidak mau bilang oposisi, karena dalam sistem Pancasila kita tidak ada oposisi yang ada di dalam atau luar pemerintahan. Kalau bagus kita terima, kalau tidak, kita tolak," tandas Ical.
(ss/rin/kap)